Rabu, 19 Maret 2008

Sofyan bin Sa’id ats-Tsauri

Abu ‘Abdullah Sofyan bin Sa’id ats-Tsauri lahir di Kufah pada tahun 97 HI715 M. Mula-mula ia belajar dari ayahnya sendiri, kemudian dari banyak orang-orang pandai di masa itu sehingga akhirnya ia mencapai keahlian yang tinggi di bidang Hadits dan teologi. Pada tahun 158 Hl715 M, ia menantang pejabat-pejabat pemerintahan sehingga ia terpaksa menyembunyikan diri di kota Mekkah. Sofyan ats-Tsauri meninggal dunia tahun 161 H/778 M di kota Bashrah. Ia telah mendirikan sebuah madzhab fiqh yang bertahan selama dua abad. Dan menjalani hidup pertapaan yang keras sehingga para sufi menyebutnya sebagai seorang manusia suci.

SOFYAN ATS-TSAURI DAN PARA KHALIFAH
Kesalehan Sofyan ats-Tsauri nampak sejak ia masih berada di dalam kandungan ibunya.
Suatu hari ibunya sedang berada di atas loteng rumah. Si ibu mengambil beberapa asinan yang sedang dijemur tetangganya di atas atap dan memakannya. Tiba-tiba Sofyan yang masih berada di dalam rahim ibunya itu menyepak sedemikian keras-nya sehingga si ibu mengira bahwa ia keguguran.Diriwayatkan bahwa yang menjadi khalifah pada masa itu ketika shalat di depan Sofyan memutar-mutar kumisnya. Setelah selesai shalat, Sofyan berseru kepadanya: “Engkau tidak pantas melakukan shalat seperti itu. Di Padang Mahsyar nanti shalatmu itu akan dilemparkan ke mukamu sebagai sehelai kain lap yang kotor” “Berbicaralah yang sopan”, tegur si khalifah. “Jika aku enggan melakukan tanggung jawabku ini, jawab Sofyan, “semoga kencingku berubah menjadi darah”.

Khalifah sangat marah mendengar kata-kata Sofyan ini lalu memerintahkan agar ia dipenjarakan dan dihukum gantung. “Agar tidak ada orang-orang lain yang seberani itu lagi terhadapku”, jelas si khalifah.Suatu hari tiang gantungan dipersiapkan, Sofyan masih tertidur lelap dengan kepala berada dalam dekapan seorang manusia suci dan kakinya di pangkuan Sofyan bin uyaina. Kedua manusia suci tersebut yang mengetahui bahwa tiang gantungan sedang dipersiapkan, bersepakat: “Janganlah ia sampai mengetahui hal ini”. Tetapi ketika itu juga Sofyan terjaga. “Apakah yang sedang terjadi?”, tanyanya.

Kedua manusia suci itu terpaksa menjelaskan walau dengan sedih sekali. “Aku tidak sedemikian mencintai kehidupan ini”, kata Abu Sofyan. “Tetapi seorang manusia harus melakukan kewajibannya selama ia berada di atas dunia ini”.Dengan mata berlinang-linang Sofyan berdoa: “Ya Allah, sergaplah mereka seketika ini juga! ” Pada saat itu sang khalifah sedang duduk di atas tahta dikelilingi oleh menteri-menterinya. Tiba-tiba petir menyambar istana dan khalifah beserta menteri-menterinya itu ditelan bumi. “Benar-benar sebuah doa yang diterima dan dikabulkan dengan seketika!”, kedua manusia suci yang mulia itu berseru.

Seorang khalifah yang lain naik pula ke atas tahta. Ia percaya kepada kesalehan Sofyan. Si khalifah mempunyai seorang tabib yang beragama Kristen. Ia adalah seorang guru besar dan sangat ahli. Khalifah mengirim tabib ini untuk mengobati penyakit Sofyan. Ketika si tabib memeriksa air kencing Sofyan, ia berkata di dalam hati, “Inilah seorang manusia yang hatinya telah berubah menjadi darah karena takut kepada Allah. Darah keluar sedikit demi sedikit melalui kantong kemihnya”. Kemudian ia menyimpulkan, “Agama yang dianut oleh seorang manusia seperti ini tidak mungkin salah”.

Si tabib segera beralih kepada agama Islam. Mengenai peristiwa ini khalifah berkata: “Kusangka aku mengirimkan seorang tabib untuk merawat seorang sakit, kiranya aku mengirim seorang sakit untuk dirawat seorang tabib yang besar”.

ANEKDOT - ANEKDOT MENGENAI DIRI SOFYAN ATS-TSAURI
Suatu hari Sofyan bersama seorang sahabatnya lewat di depan rumah seorang terkemuka. Sahabatnya terpesona memandang, serambi rumah itu. Sofyan mencela perbuatan temannya itu: “Jika engkau beserta orang-orang yang seperti engkau ini tidak terpesona dengan istana-istana mereka! niscaya mereka tidak bermegah-megah seperti ini. Dengan terpesona seperti itu engkau ikut berdosa di dalam sikap bermegah-megah mereka”.

Seorang tetangga Sofyan meninggal dunia, Sofyan pun pergi untuk membacakan doa pada penguburannya. Setelah selesai, terdengar olehnya orang-orang berkata: “Almarhum adalah seorang yang baik”. “Seandainya aku ketahui bahwa orang-orang lain menyukai almarhum”, kata Sofyan, “niscaya aku tidak turut di dalam penguburan ini. Jika seseorang bukan munafik, maka orang-orang lain tidak akan menyukainya!”Suatu hari Sofyan salah mengenakan pakaiannya. Ketika hal ini dikatakan kepadanya, ia segera hendak memperbaiki pakaiannya tetapi cepat-cepat dibatalkannya pula niatnya itu, dan berkata, “Aku mengenakan pakaian ini karena Allah dan aku tak ingin meng-ubahnya hanya karena manusia”.

Seorang pemuda mengeluh karena tidak sempat menunaikan ibadah haji. Sofyan menegurnya: “Telah empat puluh kali aku menunaikan ibadah haji. Semuanya akan kuberikan kepadamu asalkan engkau mau memberikan keluhanmu itu kepadaku”. “Baiklah”, si pemuda menjawab. Malam harinya di dalam mimpinya Sofyan mendengar sebuah suara yang berkata kepadanya: “Engkau mendapat keuntungan yang sedemikian besarnya sehingga apabila dibagi-bagikan kepada semua jama’ah di Padang Arafah, niscaya setiap orang di antara mereka menjadi kaya raya”.

Suatu hari ketika Sofyan sedang memakan sepotong roti lewatlah seekor anjing. Anjing itu diberinya roti secabik demi secabik. Seseorang bertanya kepada Sofyan: “Mengapa roti itu tidak engkau makan beserta anak-isterimu?” “Jika anjing ini kuberi roti”, jawab Sofyan, “niscaya ia akan menjagaku sepanjang malam sehingga aku dapat beribadah dengan tenang, Jika roti ini kuberikan kepada anak-isteriku niscaya mereka akan menghalangi diriku untuk beribadah kepada Allah”.

Pada suatu ketika Sofyan melakukan perjalanan ke Mekkah, ia diusung di atas sebuah tandu. Selama di dalam perjalanan, Sofyan menangis terus-menerus. Seorang sahabat yang menyertainya bertanya, “Apakah engkau menangis karena takut akan dosa-dosamu?’ Sofyan mengulurkan tangannya dan mencabut beberapa helai jerami.“Dosa-dosaku memang banyak, tetapi semuanya tidaklah lebih berarti daripada segenggam jerami ini bagiku. Yang membuat aku takut adalah apakah imanku benar-benar iman atau bukan”.

Betapa cintanya Sofyan terhadap semua makhluk Allah. Suatu hari ketika berada di pasar, ia meLihat seekor burung di dalam sangkar. Si burung mengepak-ngepakkan sayap dan mencicit-cicit dengan sedihnya. Sofyan membeli burung itu lalu melepaskannya. Setiap malam burung itu datang ke rumah Sofyan, menunggui Sofyan apabila ia sedang shalat dan sekali-sekali hinggap di tubuhnya.

Ketika Sofyan meninggal dunia dan mayatnya diusung ke pemakaman, si burung ikut pula mengantarkannya dan seperti pengantar-pengantar yang lain ia pun mencicit-cicit sedih. Ketika mayat Sofyan diturunkan ke dalam tanah, si burung menyerbu masuk ke dalam kuburan itu. Kemudian terdengarlah suara dari dalam kuburan itu: “Allah Yang Maha Besar telah memberi ampunan kepada Sofyan karena telah menunjukkan belaskasih kepada makhluk-makhluk-Nya”. Si burung mati pula menyertai Sofyan

Kisah Toko Gunung Agung

Akrobat Bisnis Seorang Anak JalananKeberadaan Toko Gunung Agung hingga di usianya yang ke-50 saat ini tidak lepas dari akrobat bisnis yang dilakukan seorang bekas anak jalanan, Tjio Wie Tay alias Haji Masagung.

Sejarah keberadaan Toko Gunung Agung yang 8 September lalu genap berusia 50 tahun, tidak lepas dari akrobat-akrobat bisnis yang dilakukan tokoh kuncinya, Tjio Wie Tay alias Haji Masagung.Terlahir sebagai anak keempat dari lima bersaudara pasangan Tjio Koan An dan Tjoa Poppi Nio, Wie Tay sebenarnya bisa menikmati masa kecil yang indah.

Ayahnya seorang ahli listrik tamatan Belanda, sedangkan kakek seorang pedagang ternama di kawasan Pasar Baru, Bogor. Tapi kebahagiaan itu tidak dikecapi terlalu lama, karena kala dia berusia empat tahun, sang ayah meninggal dunia.Sejak saat itu kehidupan ekonomi mereka menjadi sangat sulit.

Dalam buku Bapak Saya Pejuang Buku yang ditulis putranya, Ketut Masagung dan disusun kembali oleh Rita Sri Hastuti dikisahkan bahwa Wie Tay tumbuh sebagai anak nakal yang suka berkelahi. Ia juga punya kebiasaan "suka mencuri" buku-buku pelajaran kakak-kakaknya untuk dijual di pasar Senen guna mendapatkan uang saku. Karena kenakalan ini, ia tidak bisa menyelesaikan sekolah, meski sudah dikirim sampai ke Bogor dan sempat masuk di dua sekolah berbeda.

Justru karena kenakalannya, Wie Tay tumbuh sebagai anak pemberani. Ia tidak takut berkenalan dengan siapa saja, termasuk dengan tentara Jepang yang kala itu mulai masuk ke Banten. Bahkan dari tentara Jepang, ia mendapatkan satu sepeda.Modal "berani" ini yang kemudian dia bawa masuk ke dalam dunia bisnis, dan tidak bisa dipungkiri, menjadi salah satu senjata andalannya dalam menggerakkan roda bisnisnya.

Setelah diusir pamannya dari Bogor dan harus kembali ke Jakarta saat berusia 13 tahun, Wie Tay menemukan kenyataan bahwa keadaan ekonomi ibundanya belum membaik jua. Tak ada jalan lain baginya kecuali harus mencari duit sendiri.Awalnya, ia kembali ke "kebiasaan" lama mencuri buku pelajaran kakaknya untuk dijual guna mendapatkan 50 sen. Setelah stok buku pelajaran habis, ia mencoba menjadi "manusia karet di panggung pertunjukkan" senam dan aerobatik. Tapi penghasilannya ternyata tidak seberapa banyak. Pedagang AsonganIa kemudian banting setir menjadi pedagang rokok keliling. Di sinilah sifat beraninya mulai terlihat.

Wie Tay yang digambarkan sebagai anak yang banyak kudis di kepala dan borok di kaki ini nekat menemui Lie Tay San, seorang saudagar rokok besar kala itu.Dengan modal 50 sen, ia memulai usaha menjual rokok keliling di daerah Senen dan Glodok. Di sini ia mulai rajin menabung, karena sudah merasakan betapa susah mencari uang. Hasil tabungannya kemudian dibelikan sebuah meja sebagai tempat berjualan di daerah Glodok. Karena belum memiliki kios sendiri, meja tersebut dititipkan pada sebuah toko onderdil di Glodok, sampai akhirnya ia mampu membuka kios di Senen.

Menjadi pedagang rokok keliling membuka mata Wie Tay remaja bahwa ada tempat partai rokok besar selain Lie Tay San, yaitu di Pasar Pagi. Maka, setelah membuka kios dia mulai membeli rokok di Pasar Pagi. Selanjutnya, Wie Tay juga berkenalan dengan The Kie Hoat, yang bekerja di perusahaan rokok Perola, salah satu merek rokok laris kala itu. The Kie Hoat kemudian akrab dengan Wie Tay dan Lie Tay San.Suatu hari, The Kie Hoat ditawari relasinya untuk mencarikan pemasaran. Kie Hoat lalu merundingkan dengan kedua sahabatnya tadi. Saat Lie Tay San masih ragu, Wie Tay yang masih sangat belia dalam bisnis itu malah langsung setuju. Ia yakin bisa cepat dijual dan mendatangkan keuntungan besar. Ternyata benar! Sayang buntutnya tidak enak. The Kie Hoat akhirnya dipecat dari Perola karena dinilai melanggar aturan perusahaan, menjual rokok ke pihak luar yang bukan distributor.Ketiga sahabat ini kemudian bergabung dan mendirikan usaha bersama bernama Tay San Kongsie, tahun 1945.

Di sinilah awal pergulatan serius Wie Tay dalam dunia bisnis. Mereka memang masih menjual rokok, tapi melebar ke agen bir cap Burung Kenari. Pada saat bersamaan mereka juga mulai serius berbisnis buku. Atas bantuan seorang kerabat, mereka bisa menjual buku-buku berbahasa Belanda yang diimpor dari luar. Buku-buku ternyata laku keras.Mereka berjualan di lapangan Kramat Bunder, tidak jauh dari rumah Lie Tay San. Setelah itu mereka membuka toko 3x3 meter persegi, kemudian diperluas menjadi 6x9 meter persegi. Lantaran keuntungan dari penjualan buku sangat besar, mereka lalu memutuskan berhenti berjualan rokok dan berkonsentrasi hanya menjual buku dan alat tulis menulis.

Tahun 1948, mereka sepakat mengukuhkan bisnis mereka dalam bentuk firma, menjadi Firma Tay San Kongsie. Saham terbesar dimiliki Lie Tay San (6/15%), The Kie Hoat (4/15%) dan Wie Tay (5/15%). Masagung ditunjuk memimpin perusahaan ini.Mereka kemudian membuka toko di kawasan Kwitang. Ketika orang-orang Belanda hendak meninggalkan Indonesia, Wie Tay mendatangi rumah orang-orang Belanda tersebut dan meminta buku-buku bekas mereka untuk dijual dengan harga murah. Membangun Toko Gunung Agung Pada 13 Mei 1951, Wie Tay menikahi Hian Nio. Setelah menikah, Wie Tay berpikir untuk mengembangkan usaha menjadi besar. Dia mengusulkan kepada kedua rekannya untuk menambah modal. Lie Tay San keberatan. Dia memutuskan mundur dan tetap dengan toko bukunya di lapangan Kramat Bunder, (kini Toko Buku Kramat Bundar). Sementara Masagung alias Tjio Wie Tay bersama The Kie Hoat membangun toko sendiri di Jln Kwitang No 13, sekarang menjadi Gedung Idayu dan Toko Walisongo. Saat itu, Kwitang masih sepi. Jangankan kios buku, toko lainnya pun belum ada. Baru ketika Wie Tay membuka toko di sana, keramaian mulai tercipta. Sejumlah gerobak buku mulai kelihatan.

Sejak saat itu Kwitang menjadi ramai. Cukup lama Tjio Wie Tay mencari nama untuk toko barunya. Kemudian baru muncul ide untuk menerjemahkan namanya sendiri ke dalam bahasa Indonesia. Tjio Wie Tay dalam bahasa Indonesia berarti Gunung Besar atau Gunung Gede tapi Wie Tay mengubahnya menjadi Gunung Agung.Toko buku mereka berkembang pesat. Pesanan dari luar Jakarta berdatangan, tidak hanya buku tapi juga kertas stensil, kertas tik dan tinta.

Melihat perkembangan ini, tercetuslah ide untuk membina usaha dengan kalangan yang dekat dengan buku, antara lain kalangan wartawan dan pengarang. Sejumlah wartawan senior kala itu ikut bergabung, termasuk sejumlah saudagar tingkat atas. Tidak heran kalau buku-buku yang diterbitkan pada awal berdirinya adalah buku-buku sastra tulisan tangan para "orang dalam" tersebut. Bentuk usaha firma lalu diubah menjadi NV.Saat peresmian NV Gunung Agung, Wie Tay membuat gebrakan dengan menggelar pameran buku pada 8 September 1953. Dengan modal Rp 500 ribu, mereka berhasil memamerkan sekitar 10 ribu buku. Tanggal ini yang kemudian dianggap sebagai hari lahirnya Toko Gunung Agung –yang juga menjadi hari kelahiran Wie Tay sendiri. Menggelar pameran buku, seolah menjadi "trade mark" bentuk promosi yang dilakukan Gunung Agung.

Tahun 1954, Wie Tay mengadakan lagi pameran buku tingkat nasional bertajuk Pekan Buku Indonesia 1954. Pada acara inilah Wie Tay bertemu dan berkenalan dengan dua tokoh nasional yang sangat dikaguminya, yakni Bung Karno dan Bung Hatta. Bagi dia, pertemuan dengan Bung Karno adalah hal yang menakjubkan. Selain sebagai presiden, Bung Karno adalah tokoh yang sangat dikaguminya sejak dia masih kecil. Peran Bung KarnoS ukses menyelenggarakan Pekan Buku Nasional dan kedekatannya dengan Bung Karno, membuat Gunung Agung dipercaya membantu pemerintah menyelenggarakan Pameran Buku di Medan dalam rangka Kongres Bahasa Indonesia pada tahun yang sama. Dari sana dilanjutkan dengan pembukaan Cabang Gunung Agung di Yogyakarta, 1955.

Tahun 1956, kembali Gunung Agung diminta pemerintah menyelenggarakan pameran buku di Malaka dan Singapura. Tahun 1963, Toko Gunung Agung sudah memiliki sebuah gedung megah berlantai tiga di Jln Kwitang 6. Acara ulang tahun ke-10 tersebut yang diikuti dengan peresmian gedung tersebut dihadiri langsung Bung Karno.Pada tahun itu juga, tepatnya 26 Agustus 1963, Wie Tay berganti nama menjadi Masagung. Kalau padanya ditanyakan tokoh siapa yang paling berpengaruh dalam bisnis penerbitan dan toko buku, maka Masagung pasti akan menyebut nama Bung Karno. Ia pun selalu teringat akan pesan Bung Karno padanya. "Masagung, saya ingin saudara meneruskan kegiatan penerbitan. Ini sangat bermanfaat untuk mencerdaskan bangsa, jadi jangan ditinggalkan," ujar Bung Karno. Seraya memeluk Masagung, Bung Karno menyerahkan kepercayaan kepada Masagung untuk menerbitkan dan memasarkan buku-bukunya semacam Di Bawah Bendera Revolusi (dua jilid), Biografi Bung Karno tulisan wartawan AS, Cindy Adams, buku koleksi lukisan Bung Karno (lima jilid), serta sejumlah buku tentang Bung Karno lainnya. Penerbitan buku-buku Bung Karno inilah yang membawa Gunung Agung menanjak.Bantuan Bung Karno tidak berhenti di situ. Bung Karno juga meminta Gunung Agung mengisi kebutuhan buku bagi masyarakat Irian Barat saat Trikora. Masagung lalu kemudian mengadakan pesta buku di Biak, Marauke, Serui, Fak Fak, Sorong, dan Manokwari. Tugas yang sama kembali diemban untuk masyarakat Riau dalam rangka Dwikora. Bukan cuma di Indonesia. Masagung juga agresif membangun jaringan di luar negeri.

Tahun 1965, dia membuka cabang Gunung Agung di Tokyo, Jepang. Lalu mengadakan pameran buku Indonesia di Malaysia awal 1970-an. Ternyata, kepak sayap bisnis Masagung tidak sebatas toko buku dan penerbitan. Ia juga merambah bisnis lain . Ia tercatat mengelola bisnis ritel bekerjasama dengan Departement Store Sarinah di Jln MH Thamrin, lalu masuk ke Duty Free Shop, money changer, dan perhotelan . Itulah akrobat bisnis yang dilakukan seorang "mantan" anak jalanan. Si anak nakal yang tidak tamat SD itu ternyata mampu mem-bangun kerajaan bisnis yang kokoh hingga kini .

JOSEPH LAGADONI HERINdari wartabisnisdotcom

JUAL GORDEN CANTIK

ALYA GORDEN -Kertayasa-Kramat-Tegal Jl. Barat Balai Desa Kertayasa RT02/RW03- Kec.Kramat-Kab Tegal -50M dari Balai desa. Terima pesanan G...